Pedang adalah senjata tajam yang digunakan untuk menusuk dan memotong atau menebas. Pedang biasanya terdiri dari pisau lurus dengan tepi ganda yang tajam dan memiliki sebuah gagang (pegangan). Kebanyakan pedang memang hanya memiliki pisau tunggal. Pedang membawa konotasi yang berbeda dalam kaitannya dengan wilayah geografis dan periode sejarah. Dari Saif hingga Katana, setiap bangsa telah mengembangkan senjata pedangnya masing-masing. Secara historis, pedang berevolusi dari sebuah belati pada zaman perunggu (Bronze Age) sekitar 1600 SM. Para tentara banyak yang menggunakan pedang berukuran cukup pendek tanpa silang penjaga (Crossguard) pada bagian pegangannya selama zaman besi (Iron Age). Tentara Romawi mengembangkan Spatha, sebuah pedang lurus dengan panjang antara 30-39 inci, yang kemudian berkembang menjadi pedang Eropa yang umum digunakan pada abad pertengahan (Middle Age). Penambahan crossguard pada pedang klasik belum muncul hingga abad tinggi pertengahan (High Middle Age).
Sejarah Pedang |
Seorang pendekar pedang terbiasa dalam menampilkan kemahiran dalam memainkan senjata ini, sehingga dapat menanamkan rasa takut kepada lawan secara tanpa sadar ketika berduel dengannya. Selama awal periode moderen, pedang berkembang menjadi Rapier sebelum munculnya pedang yang kecil, yang menjadi senjata utama ketika berduel pada abad ke-18. Pada pergantian abad ke-19, pedang menjadi bagian utama dalam acara ritual (penghormatan) atau sebagai peralatan dalam olahraga anggar. Pedang telah menjadi simbol kehormatan militer dan sering melambangkan kekuatan dan kebebasan. Prajurit yang menerima pedang diakui kehormatannya menjunjung tinggi kebajikan. Selama abad pertengahan (Middle Age), pedang dianggap mewakili Firman Tuhan (Word of God) dan juga mewakili keseluruhan harta kekayaan yang memilikinya.
Pedang pada sejarah kuno
Pedang zaman perunggu
Pedang telah berkembang dari sebuah belati kecil, ketika umat manusia mulai mahir dalam membuat pisau yang lebih panjang dengan bahan terbuat dari tembaga arsenik dan timah-tembaga sekitar 3000 SM. Para ahli telah menemukan senjata tertua seperti pedang di Arslantepe, situs lama peninggalan bangsa Turki 3300 SM, sebuah pisau pedang yang langka dengan panjang lebih dari 21 inci sampai akhir zaman perunggu.
Karena daya tahan pedang yang terbuat dari perunggu cepat mengalami bengkok setelah digunakan dalam jangka panjang, maka pemakaian pedang perunggu ini tidak lagi praktis digunakan dalam pertempuran. Bahkan pedang panjang dengan bahan perunggu sangat jarang dibuat karena tidak praktis dalam pemakaiannya karena cepat patah. Untuk gagang senjata-senjata kuno dibuat lebih lebar sehingga memungkinkan dapat dipegang dengan kuat dan tidak tergelincir pada saat digunakan. Beberapa pedang pada awalnya memiliki pisau yang kecil dan ramping yang semata-mata digunakan hanya untuk menusuk. Seiring berjalannya waktu, pedang dibuat dengan permukaan pisau yang lebih luas dan panjang sehingga dapat digunakan untuk menusuk dan memotong atau menebas.
Pada masa Dinasti Shang pedang perunggu diproduksi pada periode perang negara dengan Dinasti Qin. Bangsa Cina mengembangkan pinggiran pedang menggunakan timah lembut dan terlihat lebih halus, atau disebut dengan pola berbentuk berlian pada pisau. Cina juga menggunakan tembaga timah dengan kualitas tinggi, logam yang sangat keras dan mencegah terjadinya patah pedang pada saat beradu. Perbedaan ini sangat kontras dengan kebudayaan lain yang menggunakan tembaga timah dengan kualitas lebih rendah, dimana pedang akan mengalami bengkok ketika beradu dengan sangat keras. Pedang besi belum menggantikan pisau perunggu hingga awal periode Dinasti Han.
Di Asia selatan, para ahli menemukan pedang zaman perunggu di situs arkeologi Harappan (pada saat ini adalah Pakistan) yang merupakan peninggalan pada 2300 SM, para arkeologi memiliki temuan yang sama di daerah Gangga yang masuk wilayah Bangladesh. Sedangkan temuan lain seperti pedang Fatehgarh yang berusia 1700-1400 SM.
Pedang zaman besi
Besi menjadi sumber bahan pembuatan pedang pada abad ke-13 SM setelah runtuhnya peradaban produksi perunggu. Temuan arkeologi menunjukkan bahwa orang Mesir, bangsa Het, dan kebudayaan Proto-Celtic Hallstatt adalah yang pertama menggunakan pedang besi. Ketersediaan bahan dari besi mentah yang melimpah mengaktifkan kebudayaan untuk mebuat senjata masal sebagai persenjataan. Pedang besi belum dapat dibandingkan dengan pedang baja pada periode sejarah berikutnya. Besi tidak begitu lebih keras, dibandingkan dengan pedang perunggu pendahulu mereka. Pedang besi masih dapat bengkok ketika terjadi dalam pertempuran, namun kemudahan dalam produksi karena ketersediaan bahan yang melimpah membuatnya lebih baik daripada perunggu. Hal ini memungkinkan budaya untuk membekali seluruh tentara dengan senjata logam, tidak seperti mayoritas tentara pada zaman perunggu.
Zaman Yunani-Romawi kuno
Pedang besi yang biasa digunakan pada zaman Yunani-Romawi. The xiphos Yunani dan Gladius Romawi memiliki ukuran panjang antara 24-28 inci, dan ini menjadi pedang utama yang digunakan dalam pertempuran. Spatha, merupakan pedang yang lebih panjang, menjadi pedang yang digunakan senat parlemen istana di Konstantinopel selama akhir kekaisaran Romawi. Pedang dari kekaisaran Parthia dan Sasania memiliki pisau dengan ukuran panjang 1 meter. Selain digunakan berperang, bangsa Romawi menggunakan pedang untuk hukuman fisik seperti amputasi dan pemenggalan kepala. Selain itu, hanya bangsawan kelas punya hak istimewa untuk memiliki pedang. Para arkeolog telah menemukan pedang besi dan baja diekspor dari India ke Yunani dan Persia.
Zaman Cina kuno
Pedang baja muncul di Cina pada akhir masa Dinasti Zhou Barat. Cina mengembangkan Dao, sebuah pedang bermata tunggal dan pedang bermata dua yang disebut Jian. Selain itu Cina memperkenalkan Zhanmadao, sebuah pedang anti-kavaleri yang sangat panjang selama periode Dinasti Song.
Pedang pada abad pertengahan
Eropa dan Timur Tengah
Pedang menjadi senjata yang sangat canggih selama abad pertengahan (Middle Age), terutama sebagai serangan di medan peperangan. Pedang panjang Spatha tetap populer di seluruh periode migrasi, termasuk Vendel dan abad Viking. Penggunaan bahan baja menjadi lebih umum digunakan sekitar abad ke-10 dibandingkan periode sebelumnya. Pada awal abad ke-5 SM, produksi besi Wootz juga dikenal sebagai baja Damaskus, pedang yang dikembangkan di belahan negara India. Baja Damaskus menjadi populer selama abad ke-16 dan ke-17. Arkeolog mencatat perkembangan crossguard di pedang Norman pada abad ke-11. Perkembangan lainnya termasuk peralihan untuk pegangan dengan menggunakan pelat baja selama abad ke-14. Terakhir banyak bentuk evolusi pedang melengkung seperti Saif, Shamshir dan Kilij selama abad ke-9.
Asia Timur
Pedang bermata tunggal menjadi sangat populer di Asia atas dasar meningkatnya produksi baja. Tachi yang merupakan produksi Jepang sekitar tahun 900 Masehi, digunakan oleh Nihonto prajurit Jepang kelas samurai pada awal abad ke-13. Termasuk Nodachi, Katana, Wakizashi dan Tanto. Pedang Korea memiliki reputasi berdasarkan ketajaman mereka, kualitas usia yang panjang dan keindahan. Pada saat itu, produksi baja Korea paling atas diantara negara-negara Asia Timur lainnya.
Asia Selatan dan Asia Tenggara
Tulisan-tulisan seorang tokoh ilmuwan Muslim Muhammad Al-Idrisi menyebutkan tentang pedang yang diproduksi di India, umumnya pedang yang diproduksi dari baja berkualitas tinggi menggunakan tungku angin yang unik. Baja yang berkualitas tinggi ini menjadi bahan perdagangan yang populer di India pada masa itu, karena ujung tombak yang keras dan pola yang indah. Orang-orang Muslim memperkenalkan Talwar (pedang melengkung) ke India pada abad ke-13. Hal ini memungkinkan Rajput, Maratha, Sikh, dan Mughal dapat digunakan untuk melawan penunggang kuda dengan pedang melengkung ini. Maratha juga menggunakan Firangi, sebuah pedang kavaleri karena ukuran panjangnya yang tidak biasa. Jenis pisau yang digunakan termasuk keris, parang, golok dan kelewang di Indonesia. Filipina menggunakan pedang besar yang bernama Panabas dan Kampilan dalam pertempuran.
Akhir abad pertengahan dan renaissance
Peningkatan gudang senjata dan desain pedang terjadi sekitar 1300 – 1500 Masehi. Desain pedang yang inovatif dan diperpanjang pada bagian pegangannya, yang memungkinkan pedang dapat digunakan dengan menggunakan dua tangan dalam pertempuran. Pedang panjang mulai umum digunakan pada akhir abad pertengahan dan renaissance. Popularitas pedang panjang muncul karena jangkauan musuh yang jauh, untuk memudahkan memenggal dan menusuk. Zweihander (pedang Jerman) merupakan pedang panjang yang penting digunakan pada masa ini. Meningkatnya penggunaan pedang oleh warga sipil terjadi selama akhir era renaissance. Duel merupakan hal yang umum untuk menangani perselisihan. Desain pedang yang terkenal adalah Side-sword, Ricasso dan Rapier sipil.
Pedang pada awal periode moderen
Rapier berevolusi pada akhir abad ke-16, dan berbeda dari pedang sebelumnya karena bukan merupakan senjata militer. Rapier memiliki wadah atau serangka untuk melindungi tangan dari warga sipil. Pedang kecil menjadi aksesori fashion di negara-negara Eropa dan dunia baru (moderen) selama abad ke-17 dan ke-18. Pedang kecil dan Rapier tetap populer sebagai senjata duel pedang pada abad ke-18. Pedang mulai kehilangan daya tarik mereka, namun bagi orang-orang yang masih memiliki hobi atau manfaat dengan pedang, mengkamuflasekannya menjadi sebuah tongkat atau pedang yang tersembunyi selama era Victoria.
Pedang pada sejarah moderen
Pedang melayani penggunanya lebih dari sebagai senjata pertahanan diri menjelang masa akhir kepopulerannya. Penggunaannya pada bidang militer terus menurun, karena teknologi peledak telah hadir dan pedang hanya dijadikan sebagai senjata terakhir pertahanan diri, terutama selama abad ke-19 ketika senjata api secara dominan digunakan untuk menjaga diri. Namun, pedang masih digunakan dalam acara-acara tertentu seperti perang kolonial dan perang Aceh. Militer masih menggunakan pedang untuk kavaleri mereka, bahkan setelah akhir Perang Dunia I.
Pedang digunakan sebagai acara ritual (penghormatan)
Pedang telah menjadi alat peraga untuk upacara ritual atau penghormatan, terutama untuk banyak layanan militer dan angkatan laut di seluruh dunia. Banyak prajurit memakai pedang pada setiap acara yang mengharuskan mereka berpakaian secara seragam. Banyak tentara yang menggunakan pedang pada acara pernikahan seorang perwira. Di Inggris, tentara harus memakai pedang ketika hadir di acara pengadilan atau istana. Selain itu, banyak prajurit memakai pedang untuk perubahan komando dan parade angkatan laut.
Semoga bermanfaat.
Pedang pada sejarah kuno
Pedang zaman perunggu
Pedang telah berkembang dari sebuah belati kecil, ketika umat manusia mulai mahir dalam membuat pisau yang lebih panjang dengan bahan terbuat dari tembaga arsenik dan timah-tembaga sekitar 3000 SM. Para ahli telah menemukan senjata tertua seperti pedang di Arslantepe, situs lama peninggalan bangsa Turki 3300 SM, sebuah pisau pedang yang langka dengan panjang lebih dari 21 inci sampai akhir zaman perunggu.
Karena daya tahan pedang yang terbuat dari perunggu cepat mengalami bengkok setelah digunakan dalam jangka panjang, maka pemakaian pedang perunggu ini tidak lagi praktis digunakan dalam pertempuran. Bahkan pedang panjang dengan bahan perunggu sangat jarang dibuat karena tidak praktis dalam pemakaiannya karena cepat patah. Untuk gagang senjata-senjata kuno dibuat lebih lebar sehingga memungkinkan dapat dipegang dengan kuat dan tidak tergelincir pada saat digunakan. Beberapa pedang pada awalnya memiliki pisau yang kecil dan ramping yang semata-mata digunakan hanya untuk menusuk. Seiring berjalannya waktu, pedang dibuat dengan permukaan pisau yang lebih luas dan panjang sehingga dapat digunakan untuk menusuk dan memotong atau menebas.
Pada masa Dinasti Shang pedang perunggu diproduksi pada periode perang negara dengan Dinasti Qin. Bangsa Cina mengembangkan pinggiran pedang menggunakan timah lembut dan terlihat lebih halus, atau disebut dengan pola berbentuk berlian pada pisau. Cina juga menggunakan tembaga timah dengan kualitas tinggi, logam yang sangat keras dan mencegah terjadinya patah pedang pada saat beradu. Perbedaan ini sangat kontras dengan kebudayaan lain yang menggunakan tembaga timah dengan kualitas lebih rendah, dimana pedang akan mengalami bengkok ketika beradu dengan sangat keras. Pedang besi belum menggantikan pisau perunggu hingga awal periode Dinasti Han.
Di Asia selatan, para ahli menemukan pedang zaman perunggu di situs arkeologi Harappan (pada saat ini adalah Pakistan) yang merupakan peninggalan pada 2300 SM, para arkeologi memiliki temuan yang sama di daerah Gangga yang masuk wilayah Bangladesh. Sedangkan temuan lain seperti pedang Fatehgarh yang berusia 1700-1400 SM.
Pedang zaman besi
Besi menjadi sumber bahan pembuatan pedang pada abad ke-13 SM setelah runtuhnya peradaban produksi perunggu. Temuan arkeologi menunjukkan bahwa orang Mesir, bangsa Het, dan kebudayaan Proto-Celtic Hallstatt adalah yang pertama menggunakan pedang besi. Ketersediaan bahan dari besi mentah yang melimpah mengaktifkan kebudayaan untuk mebuat senjata masal sebagai persenjataan. Pedang besi belum dapat dibandingkan dengan pedang baja pada periode sejarah berikutnya. Besi tidak begitu lebih keras, dibandingkan dengan pedang perunggu pendahulu mereka. Pedang besi masih dapat bengkok ketika terjadi dalam pertempuran, namun kemudahan dalam produksi karena ketersediaan bahan yang melimpah membuatnya lebih baik daripada perunggu. Hal ini memungkinkan budaya untuk membekali seluruh tentara dengan senjata logam, tidak seperti mayoritas tentara pada zaman perunggu.
Zaman Yunani-Romawi kuno
Pedang besi yang biasa digunakan pada zaman Yunani-Romawi. The xiphos Yunani dan Gladius Romawi memiliki ukuran panjang antara 24-28 inci, dan ini menjadi pedang utama yang digunakan dalam pertempuran. Spatha, merupakan pedang yang lebih panjang, menjadi pedang yang digunakan senat parlemen istana di Konstantinopel selama akhir kekaisaran Romawi. Pedang dari kekaisaran Parthia dan Sasania memiliki pisau dengan ukuran panjang 1 meter. Selain digunakan berperang, bangsa Romawi menggunakan pedang untuk hukuman fisik seperti amputasi dan pemenggalan kepala. Selain itu, hanya bangsawan kelas punya hak istimewa untuk memiliki pedang. Para arkeolog telah menemukan pedang besi dan baja diekspor dari India ke Yunani dan Persia.
Zaman Cina kuno
Pedang baja muncul di Cina pada akhir masa Dinasti Zhou Barat. Cina mengembangkan Dao, sebuah pedang bermata tunggal dan pedang bermata dua yang disebut Jian. Selain itu Cina memperkenalkan Zhanmadao, sebuah pedang anti-kavaleri yang sangat panjang selama periode Dinasti Song.
Pedang pada abad pertengahan
Eropa dan Timur Tengah
Pedang menjadi senjata yang sangat canggih selama abad pertengahan (Middle Age), terutama sebagai serangan di medan peperangan. Pedang panjang Spatha tetap populer di seluruh periode migrasi, termasuk Vendel dan abad Viking. Penggunaan bahan baja menjadi lebih umum digunakan sekitar abad ke-10 dibandingkan periode sebelumnya. Pada awal abad ke-5 SM, produksi besi Wootz juga dikenal sebagai baja Damaskus, pedang yang dikembangkan di belahan negara India. Baja Damaskus menjadi populer selama abad ke-16 dan ke-17. Arkeolog mencatat perkembangan crossguard di pedang Norman pada abad ke-11. Perkembangan lainnya termasuk peralihan untuk pegangan dengan menggunakan pelat baja selama abad ke-14. Terakhir banyak bentuk evolusi pedang melengkung seperti Saif, Shamshir dan Kilij selama abad ke-9.
Asia Timur
Pedang bermata tunggal menjadi sangat populer di Asia atas dasar meningkatnya produksi baja. Tachi yang merupakan produksi Jepang sekitar tahun 900 Masehi, digunakan oleh Nihonto prajurit Jepang kelas samurai pada awal abad ke-13. Termasuk Nodachi, Katana, Wakizashi dan Tanto. Pedang Korea memiliki reputasi berdasarkan ketajaman mereka, kualitas usia yang panjang dan keindahan. Pada saat itu, produksi baja Korea paling atas diantara negara-negara Asia Timur lainnya.
Asia Selatan dan Asia Tenggara
Tulisan-tulisan seorang tokoh ilmuwan Muslim Muhammad Al-Idrisi menyebutkan tentang pedang yang diproduksi di India, umumnya pedang yang diproduksi dari baja berkualitas tinggi menggunakan tungku angin yang unik. Baja yang berkualitas tinggi ini menjadi bahan perdagangan yang populer di India pada masa itu, karena ujung tombak yang keras dan pola yang indah. Orang-orang Muslim memperkenalkan Talwar (pedang melengkung) ke India pada abad ke-13. Hal ini memungkinkan Rajput, Maratha, Sikh, dan Mughal dapat digunakan untuk melawan penunggang kuda dengan pedang melengkung ini. Maratha juga menggunakan Firangi, sebuah pedang kavaleri karena ukuran panjangnya yang tidak biasa. Jenis pisau yang digunakan termasuk keris, parang, golok dan kelewang di Indonesia. Filipina menggunakan pedang besar yang bernama Panabas dan Kampilan dalam pertempuran.
Akhir abad pertengahan dan renaissance
Peningkatan gudang senjata dan desain pedang terjadi sekitar 1300 – 1500 Masehi. Desain pedang yang inovatif dan diperpanjang pada bagian pegangannya, yang memungkinkan pedang dapat digunakan dengan menggunakan dua tangan dalam pertempuran. Pedang panjang mulai umum digunakan pada akhir abad pertengahan dan renaissance. Popularitas pedang panjang muncul karena jangkauan musuh yang jauh, untuk memudahkan memenggal dan menusuk. Zweihander (pedang Jerman) merupakan pedang panjang yang penting digunakan pada masa ini. Meningkatnya penggunaan pedang oleh warga sipil terjadi selama akhir era renaissance. Duel merupakan hal yang umum untuk menangani perselisihan. Desain pedang yang terkenal adalah Side-sword, Ricasso dan Rapier sipil.
Pedang pada awal periode moderen
Rapier berevolusi pada akhir abad ke-16, dan berbeda dari pedang sebelumnya karena bukan merupakan senjata militer. Rapier memiliki wadah atau serangka untuk melindungi tangan dari warga sipil. Pedang kecil menjadi aksesori fashion di negara-negara Eropa dan dunia baru (moderen) selama abad ke-17 dan ke-18. Pedang kecil dan Rapier tetap populer sebagai senjata duel pedang pada abad ke-18. Pedang mulai kehilangan daya tarik mereka, namun bagi orang-orang yang masih memiliki hobi atau manfaat dengan pedang, mengkamuflasekannya menjadi sebuah tongkat atau pedang yang tersembunyi selama era Victoria.
Pedang pada sejarah moderen
Pedang melayani penggunanya lebih dari sebagai senjata pertahanan diri menjelang masa akhir kepopulerannya. Penggunaannya pada bidang militer terus menurun, karena teknologi peledak telah hadir dan pedang hanya dijadikan sebagai senjata terakhir pertahanan diri, terutama selama abad ke-19 ketika senjata api secara dominan digunakan untuk menjaga diri. Namun, pedang masih digunakan dalam acara-acara tertentu seperti perang kolonial dan perang Aceh. Militer masih menggunakan pedang untuk kavaleri mereka, bahkan setelah akhir Perang Dunia I.
Pedang digunakan sebagai acara ritual (penghormatan)
Pedang telah menjadi alat peraga untuk upacara ritual atau penghormatan, terutama untuk banyak layanan militer dan angkatan laut di seluruh dunia. Banyak prajurit memakai pedang pada setiap acara yang mengharuskan mereka berpakaian secara seragam. Banyak tentara yang menggunakan pedang pada acara pernikahan seorang perwira. Di Inggris, tentara harus memakai pedang ketika hadir di acara pengadilan atau istana. Selain itu, banyak prajurit memakai pedang untuk perubahan komando dan parade angkatan laut.
Semoga bermanfaat.